Pendahuluan
Keluarga merupakan
unit sosial terkecil dalam masyarakat yang memiliki peran besar dalam membentuk
generasi masa depan. Dalam struktur keluarga, seorang ayah tidak hanya berperan
sebagai pencari nafkah, tetapi juga memiliki tanggung jawab moral dan hukum
terhadap anak-anaknya. Tanggung jawab ini ditegaskan dalam berbagai regulasi
hukum Indonesia, khususnya dalam konteks perlindungan anak.
Undang-undang Indonesia mengatur dengan cukup rinci mengenai kewajiban orang
tua terhadap anak, termasuk sanksi hukum jika orang tua—khususnya
ayah—mengabaikan kewajiban tersebut. Artikel ini akan mengulas secara lengkap
lima kewajiban ayah menurut hukum, serta memperluas pembahasan dengan menyoroti
aspek psikologis, sosial, dan konsekuensi hukum jika kewajiban tersebut tidak
dipenuhi.
Definisi Anak dan Orang Tua dalam Hukum
Menurut Pasal 1
angka 1 UU No. 35 Tahun 2014, yang merupakan perubahan dari UU No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, “anak” adalah seseorang yang belum berusia 18
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sementara itu, “orang tua”
mencakup ayah dan/atau ibu kandung, ayah dan/atau ibu tiri, serta ayah dan/atau
ibu angkat (Pasal 1 angka 4 UU 35/2014).
Lima Kewajiban Hukum Ayah terhadap Anak
1. Mengasuh, Memelihara, Mendidik, dan Melindungi Anak
Merujuk pada Pasal
26 ayat (1) huruf a UU 35/2014, ayah wajib mengasuh dan melindungi anak dari
kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan salah. Pengasuhan tidak hanya bersifat
fisik, tetapi juga mental dan emosional. Pendidikan yang dimaksud tidak hanya
pendidikan formal, tetapi juga moral dan nilai-nilai kehidupan.
2. Menumbuhkembangkan Anak Sesuai Kemampuan, Bakat, dan
Minatnya
Ayah berkewajiban
membantu anak mengenali dan mengembangkan potensinya. Hal ini ditegaskan dalam
Pasal 26 ayat (1) huruf b UU 35/2014. Dukungan ini bisa dalam bentuk memberi
akses pendidikan yang sesuai, pelatihan keterampilan, atau bimbingan dalam
memilih jalur hidup.
3. Mencegah Perkawinan pada Usia Anak
Dalam Pasal 26
ayat (1) huruf c UU 35/2014, dijelaskan bahwa orang tua, termasuk ayah,
dilarang membiarkan atau memfasilitasi perkawinan anak. Perkawinan usia dini
rentan terhadap kekerasan rumah tangga dan menghambat hak anak atas pendidikan
dan kesehatan.
4. Memberikan Pendidikan Karakter dan Penanaman Nilai Budi
Pekerti
Penanaman nilai
moral menjadi tanggung jawab utama orang tua. Dalam Pasal 26 ayat (1) huruf d,
ditegaskan bahwa pendidikan karakter penting dalam membentuk kepribadian anak
agar tumbuh menjadi warga negara yang bertanggung jawab, toleran, dan
menjunjung tinggi hukum.
5. Memberikan Kehidupan, Perawatan, dan Pemeliharaan
Berdasarkan UU
PKDRT (Pasal 9 ayat 1) dan UU Perlindungan Anak, ayah wajib memberikan
kehidupan yang layak, termasuk kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan,
pendidikan, dan kesehatan. Kewajiban ini bersifat mutlak hingga anak mencapai
usia dewasa atau mandiri secara ekonomi.
Sanksi Hukum Bagi Ayah yang Tidak Bertanggung Jawab
Undang-undang
memberikan konsekuensi tegas bagi ayah yang lalai:
• UU PKDRT Pasal 49 huruf a: Ayah yang tidak memberikan nafkah dapat dikenakan
pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda hingga Rp15 juta.
• Pasal 76B dan 77B UU 35/2014: Menelantarkan anak merupakan tindak pidana yang
dapat dikenakan pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda hingga Rp100
juta.
Peralihan Tanggung Jawab Jika Ayah Tidak Ada
Jika ayah tidak
ada atau tidak mampu melaksanakan kewajiban, maka tanggung jawab dapat beralih
ke keluarga terdekat (Pasal 26 ayat 2 UU 35/2014). Jika keluarga tidak ada,
pengadilan dapat menunjuk wali berdasarkan permohonan tertentu (Pasal 33 ayat
2).
Konteks Sosial dan Psikologis
Kehadiran ayah
secara emosional sangat penting dalam membentuk kepercayaan diri anak.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang dekat dengan ayahnya cenderung
memiliki kesehatan mental yang lebih baik dan prestasi akademik yang lebih
tinggi.
Sebaliknya, absennya figur ayah berkontribusi terhadap risiko perilaku
menyimpang, depresi, dan masalah sosial lainnya. Maka dari itu, kewajiban ayah
bukan hanya bersifat hukum, tetapi juga moral dan sosial.
Kesimpulan
Menjadi ayah bukan
hanya soal status biologis, tetapi komitmen hukum dan tanggung jawab moral
terhadap anak. Negara melalui UU 35/2014 dan UU PKDRT telah memberikan batasan
dan kewajiban jelas untuk menjamin hak-hak anak. Kegagalan dalam memenuhi
tanggung jawab ini bukan hanya mengancam perkembangan anak, tetapi juga membawa
konsekuensi hukum bagi sang ayah.
Oleh karena itu, setiap ayah perlu memahami dan menjalankan tanggung jawabnya
secara penuh, tidak hanya demi mencegah sanksi hukum, tetapi juga demi masa
depan generasi yang sehat, cerdas, dan bermartabat.
Referensi Hukum
1. Undang-Undang
No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
2. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga (UU PKDRT)
4. Pasal-pasal terkait dalam UU 35/2014: Pasal 1, 9, 26, 33, 49, 76B, dan 77B