Pendahuluan
Perjanjian atau kontrak merupakan bagian
penting dalam interaksi sosial dan bisnis. Dalam kehidupan sehari-hari, kita
sering terlibat dalam berbagai bentuk perjanjian, baik secara lisan maupun
tertulis, mulai dari jual beli, sewa menyewa, hingga kerjasama usaha. Namun,
tidak semua perjanjian dapat dianggap sah di mata hukum. Untuk dianggap sah dan
mengikat secara hukum, suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat tertentu
sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Syarat sahnya perjanjian ini dijelaskan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam
pasal tersebut, disebutkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat
syarat, yaitu:
1. Kesepakatan para pihak
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Artikel ini akan membahas keempat syarat tersebut secara mendalam serta
relevansinya dalam praktik hukum kontrak di Indonesia.
1. Kesepakatan Para Pihak
Syarat pertama dalam suatu perjanjian
adalah adanya kesepakatan atau persetujuan antara para pihak yang terlibat.
Kesepakatan ini harus diberikan secara bebas, tanpa adanya paksaan, penipuan,
atau kekhilafan. Dalam konteks ini, kesepakatan tidak hanya berarti bahwa kedua
belah pihak menyetujui isi dari perjanjian tersebut, tetapi juga bahwa
persetujuan itu diberikan secara sadar dan sukarela.
Menurut Pasal 1321 KUHPerdata, suatu perjanjian dianggap tidak sah apabila
kesepakatan itu diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau
penipuan. Oleh karena itu, apabila terbukti bahwa salah satu pihak memberikan
persetujuan karena tertipu atau dipaksa, maka perjanjian tersebut dapat
dibatalkan secara hukum.
2. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perikatan
Syarat kedua adalah kecakapan hukum dari
para pihak yang membuat perjanjian. Dalam hukum perdata, tidak semua orang
dianggap cakap untuk membuat suatu perjanjian. Mereka yang dianggap tidak cakap
antara lain:
- Anak di bawah umur (di bawah 21 tahun dan belum menikah)
- Orang yang berada di bawah pengampuan (misalnya karena gangguan jiwa)
- Orang yang secara hukum dinyatakan tidak cakap karena alasan tertentu
Jika salah satu pihak dalam perjanjian tidak memiliki kecakapan hukum, maka
perjanjian tersebut tidak sah dan dapat dibatalkan.
3. Suatu Hal Tertentu
Syarat ketiga adalah bahwa perjanjian harus
memiliki objek yang jelas, yaitu suatu hal tertentu. Maksudnya, isi atau pokok
dari perjanjian harus dapat ditentukan atau setidak-tidaknya dapat ditentukan
kemudian. Contohnya adalah dalam perjanjian jual beli, objek dari perjanjian
tersebut adalah barang yang diperjualbelikan, yang harus jelas jenis, jumlah,
dan spesifikasinya.
Hal ini penting untuk menghindari sengketa di kemudian hari. Ketidakjelasan
dalam objek perjanjian dapat menyebabkan kebingungan dan ketidaksepahaman
antara para pihak, bahkan bisa menjadi dasar pembatalan perjanjian oleh
pengadilan.
4. Suatu Sebab yang Halal
Syarat terakhir adalah bahwa perjanjian
harus memiliki sebab yang halal. Artinya, tujuan dari perjanjian tersebut tidak
boleh bertentangan dengan hukum, kesusilaan, maupun ketertiban umum. Perjanjian
yang bertujuan untuk melakukan sesuatu yang dilarang oleh hukum, seperti
kontrak untuk melakukan kejahatan, secara otomatis dianggap tidak sah dan tidak
memiliki kekuatan hukum.
Contoh perjanjian dengan sebab yang tidak halal misalnya adalah kontrak antara
dua pihak untuk melakukan penipuan, kontrak untuk menyelundupkan barang
terlarang, atau perjanjian yang melibatkan praktik suap. Meskipun para pihak
setuju dan memahami isi dari kontrak tersebut, karena tujuannya melanggar
hukum, maka kontrak tersebut tidak sah di mata hukum.
Konsekuensi Hukum dari Ketidakterpenuhinya Syarat
Jika salah satu dari syarat tersebut tidak
terpenuhi, maka perjanjian dapat dianggap batal demi hukum atau dapat
dibatalkan, tergantung pada syarat mana yang tidak terpenuhi.
- Jika syarat mengenai kesepakatan atau kecakapan tidak terpenuhi, maka
perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Artinya, pihak yang merasa dirugikan
dapat mengajukan pembatalan ke pengadilan.
- Jika syarat mengenai hal tertentu atau sebab yang halal tidak terpenuhi, maka
perjanjian dianggap batal demi hukum. Dalam hal ini, perjanjian dianggap tidak
pernah ada sejak awal.
Penutup
Syarat sahnya perjanjian adalah fondasi
utama dalam membangun hubungan hukum yang adil dan dapat dipercaya. Dengan
memahami dan memenuhi keempat syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata,
para pihak yang terlibat dalam kontrak dapat melindungi hak dan kewajibannya
serta menghindari sengketa di kemudian hari.
Dalam praktiknya, sering kali terjadi permasalahan terkait keabsahan kontrak
akibat kurangnya pemahaman terhadap ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena
itu, sangat penting bagi setiap individu maupun pelaku usaha untuk memahami
dasar-dasar hukum kontrak, dan apabila diperlukan, berkonsultasi dengan ahli
hukum sebelum menandatangani suatu perjanjian.