Pengertian Legal Standing
Perbandingan Legal Standing di Berbagai Yurisdiksi
- Amerika Serikat: Mengadopsi doktrin "injury in fact", di mana pemohon harus membuktikan kerugian nyata, konkret, dan khusus.
- India: Memperluas Legal Standing melalui Public Interest Litigation, memungkinkan masyarakat mengajukan gugatan untuk kepentingan publik tanpa harus terdampak langsung.
- Indonesia: Lebih restriktif. Pemohon harus memenuhi syarat subjek hukum dan menunjukkan kerugian konstitusional spesifik (Pasal 51 UU 24/2003).
Syarat Legal Standing di MK Berdasarkan UU 24/2003
Berdasarkan Pasal 51 UU 24/2003, subjek yang dapat mengajukan permohonan ke MK meliputi:
- Perorangan Warga Negara Indonesia atau kelompok dengan kepentingan sama. Contoh: Petani yang tanahnya diambil alih oleh UU agraria yang dianggap inkonstitusional.
- Masyarakat Hukum Adat yang masih diakui keberadaannya. Contoh: Suku Amungme yang menggugat UU pertambangan yang mengancam wilayah adat.
- Badan Hukum Publik/Privat (PT, Yayasan, atau BUMN). Contoh: Perusahaan yang dirugikan oleh UU pajak baru.
- Lembaga Negara (DPR, Presiden, KPU, dll).
Kriteria Kerugian Konstitusional
Achmad Roestandi dalam Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab merinci syarat kerugian konstitusional:
- Hak/Wewenang Konstitusional: Hak tersebut harus dijamin oleh UUD 1945 (misalnya, hak atas pekerjaan atau hak hidup).
- Kerugian Spesifik dan Aktual: Contoh: UU Ketenagakerjaan dianggap mencabut hak pekerja untuk mogok.
- Hubungan Sebab-Akibat: Kerugian harus langsung akibat berlakunya UU yang digugat.
- Potensi Kerugian: Kerugian tidak harus sudah terjadi, tetapi harus dapat dibuktikan secara rasional.
Prosedur Pembuktian Legal Standing di MK
- Dokumen
Pendukung:
- Identitas pemohon (KTP, akta badan
hukum).
- Bukti
kepemilikan hak (sertifikat tanah, surat perjanjian).
- Analisis
hukum yang menunjukkan hubungan antara UU yang digugat dan kerugian.
- Putusan
MK yang Relevan:
- Putusan
MK No. 006/PUU-III/2005 tentang UU SDA: Pemohon (masyarakat
adat) harus membuktikan penguasaan wilayah adat secara turun-temurun.
- Putusan
MK No. 46/PUU-XVIII/2020: Badan hukum harus menunjukkan izin
operasional dan dampak langsung UU terhadap aktivitasnya.
Dinamika dan Kritik Terhadap Legal Standing di Indonesia
- Perluasan
Interpretasi MK:
- MK
pernah mengabulkan gugatan kelompok masyarakat sipil (LBH Jakarta) meski
tidak terdampak langsung, dengan argumen interest public.
- Kritik
dari Akademisi:
- Bivitri
Susanti (Pakar Hukum Tata Negara) menilai syarat Legal Standing
terlalu ketat, membatasi akses keadilan bagi korban kebijakan struktural.
- Refly
Harun berargumen bahwa keketatan ini justru mencegah pengadilan dari
beban kasus tidak penting.
Amandemen UU MK dan Dampaknya
Perubahan melalui UU No. 7 Tahun 2020 memperjelas
ruang lingkup pemohon:
- Penambahan frasa "hak
konstitusional" untuk menegaskan bahwa kerugian harus bersumber
dari UUD 1945.
- Mekanisme proceeding dipercepat
bagi permohonan yang tidak memenuhi Legal Standing.
Konsekuensi Tidak Memenuhi Legal Standing
Permohonan akan ditolak pada tahap awal (preliminary
hearing) dengan putusan Niet Ontvankelijk. Pemohon tidak dapat mengajukan
gugatan ulang untuk kasus serupa tanpa melengkapi syarat.
Kesimpulan
Legal Standing adalah gerbang utama untuk
mengakses MK. Meski kritik terhadap kekakuannya terus mengemuka, prinsip ini
tetap penting untuk menjaga kredibilitas proses peradilan. Pemohon perlu
menyiapkan bukti spesifik dan analisis hukum mendalam untuk memenuhi syarat
ini. Perkembangan terakhir menunjukkan MK mulai membuka ruang bagi kepentingan
publik, meski tetap dalam koridor UU.
Daftar Pustaka
- Harjono. Konstitusi
sebagai Rumah Bangsa.
- Achmad
Roestandi. Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab.
- Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 jo. UU No. 7 Tahun 2020.
- Putusan-Putusan
MK terkait Legal Standing (2005-2023).