Visit My Youtube Channel Click Here Support Creator [Click Here]

Legal Standing: Pengertian, Syarat, dan Signifikansinya dalam Hukum Indonesia

Hardipa Asyifa
Please wait 0 seconds...
Scroll Down and click on Go to Link for destination
Congrats! Link is Generated

Pengertian Legal Standing

Legal Standing (kedudukan hukum) adalah konsep hukum yang menentukan apakah seseorang atau entitas memiliki hak untuk mengajukan perkara ke pengadilan berdasarkan keterkaitan langsung dengan persoalan yang disengketakan. Konsep ini bertujuan memastikan bahwa hanya pihak yang benar-benar terdampak atau memiliki kepentingan sah yang dapat menguji validitas hukum, sehingga mencegah praktik litigasi frivolus (gugatan tanpa dasar).

Dalam konteks Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia, Legal Standing diatur ketat melalui undang-undang. Sebagaimana dijelaskan Harjono dalam Konstitusi sebagai Rumah Bangsa, Legal Standing adalah prasyarat bagi pemohon untuk membuktikan bahwa hak/kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh suatu undang-undang. Tanpa ini, permohonan akan dinyatakan niet ontvankelijk (tidak dapat diterima).

Perbandingan Legal Standing di Berbagai Yurisdiksi

  • Amerika Serikat: Mengadopsi doktrin "injury in fact", di mana pemohon harus membuktikan kerugian nyata, konkret, dan khusus.
  • India: Memperluas Legal Standing melalui Public Interest Litigation, memungkinkan masyarakat mengajukan gugatan untuk kepentingan publik tanpa harus terdampak langsung.
  • Indonesia: Lebih restriktif. Pemohon harus memenuhi syarat subjek hukum dan menunjukkan kerugian konstitusional spesifik (Pasal 51 UU 24/2003).

Syarat Legal Standing di MK Berdasarkan UU 24/2003

Berdasarkan Pasal 51 UU 24/2003, subjek yang dapat mengajukan permohonan ke MK meliputi:

  • Perorangan Warga Negara Indonesia atau kelompok dengan kepentingan sama. Contoh: Petani yang tanahnya diambil alih oleh UU agraria yang dianggap inkonstitusional.

  • Masyarakat Hukum Adat yang masih diakui keberadaannya. Contoh: Suku Amungme yang menggugat UU pertambangan yang mengancam wilayah adat.
  • Badan Hukum Publik/Privat (PT, Yayasan, atau BUMN). Contoh: Perusahaan yang dirugikan oleh UU pajak baru.
  • Lembaga Negara (DPR, Presiden, KPU, dll).

Kriteria Kerugian Konstitusional

Achmad Roestandi dalam Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab merinci syarat kerugian konstitusional:

  • Hak/Wewenang Konstitusional: Hak tersebut harus dijamin oleh UUD 1945 (misalnya, hak atas pekerjaan atau hak hidup).
  • Kerugian Spesifik dan Aktual: Contoh: UU Ketenagakerjaan dianggap mencabut hak pekerja untuk mogok.
  • Hubungan Sebab-Akibat: Kerugian harus langsung akibat berlakunya UU yang digugat.
  • Potensi Kerugian: Kerugian tidak harus sudah terjadi, tetapi harus dapat dibuktikan secara rasional.

Prosedur Pembuktian Legal Standing di MK

  1. Dokumen Pendukung:
    • Identitas pemohon (KTP, akta badan hukum).
    • Bukti kepemilikan hak (sertifikat tanah, surat perjanjian).
    • Analisis hukum yang menunjukkan hubungan antara UU yang digugat dan kerugian.
  2. Putusan MK yang Relevan:
    • Putusan MK No. 006/PUU-III/2005 tentang UU SDA: Pemohon (masyarakat adat) harus membuktikan penguasaan wilayah adat secara turun-temurun.
    • Putusan MK No. 46/PUU-XVIII/2020: Badan hukum harus menunjukkan izin operasional dan dampak langsung UU terhadap aktivitasnya.

Dinamika dan Kritik Terhadap Legal Standing di Indonesia

  1. Perluasan Interpretasi MK:
    • MK pernah mengabulkan gugatan kelompok masyarakat sipil (LBH Jakarta) meski tidak terdampak langsung, dengan argumen interest public.
  2. Kritik dari Akademisi:
    • Bivitri Susanti (Pakar Hukum Tata Negara) menilai syarat Legal Standing terlalu ketat, membatasi akses keadilan bagi korban kebijakan struktural.
    • Refly Harun berargumen bahwa keketatan ini justru mencegah pengadilan dari beban kasus tidak penting.

Amandemen UU MK dan Dampaknya

Perubahan melalui UU No. 7 Tahun 2020 memperjelas ruang lingkup pemohon:

  1. Penambahan frasa "hak konstitusional" untuk menegaskan bahwa kerugian harus bersumber dari UUD 1945.
  2. Mekanisme proceeding dipercepat bagi permohonan yang tidak memenuhi Legal Standing.

Konsekuensi Tidak Memenuhi Legal Standing

Permohonan akan ditolak pada tahap awal (preliminary hearing) dengan putusan Niet Ontvankelijk. Pemohon tidak dapat mengajukan gugatan ulang untuk kasus serupa tanpa melengkapi syarat.

Kesimpulan

Legal Standing adalah gerbang utama untuk mengakses MK. Meski kritik terhadap kekakuannya terus mengemuka, prinsip ini tetap penting untuk menjaga kredibilitas proses peradilan. Pemohon perlu menyiapkan bukti spesifik dan analisis hukum mendalam untuk memenuhi syarat ini. Perkembangan terakhir menunjukkan MK mulai membuka ruang bagi kepentingan publik, meski tetap dalam koridor UU.

Daftar Pustaka

  1. Harjono. Konstitusi sebagai Rumah Bangsa.
  2. Achmad Roestandi. Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab.
  3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 jo. UU No. 7 Tahun 2020.
  4. Putusan-Putusan MK terkait Legal Standing (2005-2023).

 

إرسال تعليق

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.